KANTOR KEMENTERIAN AGAMA KABUPATEN KEBUMEN

Muwassain Wa Mudhayyiqin Fii Sabilillah

Penyuluh Islam Kabupaten Kebumen – MPK : Siapapun dan apapun profesinya, bagi seorang muslim yang taat tentu setiap aktifitas hidupnya akan senantiasa mengharap ridho Alloh SWT dan berjalan lurus di jalan Alloh SWT. Bagi seorang guru pengabdiannya mengajar tentu dilatarbelakangi niat ibadah untuk menggapai ridho dan berjuang di jalan Alloh SWT, begitu juga bagi para pelajar, petani, nelayan, buruh, pimpinan pesantren, pejabat dan lain sebagainya. Semua aktifitas mereka tentu sama, yaitu niat ibadah untuk menggapai ridho dan berjuang di jalan Alloh SWT. Ketika aktifitas ibadah mereka semua bertujuan menggapai ridho dan berjuang di jalan Alloh SWT, apakah mereka layak dimasukan dalam kriteria fii sabilillah ?

Kalau kita merujuk pada al-Qur’an surat atTaubah ayat 60, fii sabilillah merupakan salah satu ashnaf atau kelompok yang berhak menerima zakat. Lalu siapa itu fii sabilillah di era millennial sekarang ini?, apakah masih ada?, apakah harus ada? atau harus dipaksa ada dengan diada-adakan?.

Pemahaman fii sabilillah dikalangan ulama memang telah mengalami bias antara kelompok kecenderungan muwassain atau peluasan makna fii sabilillah dan kelompok kecenderungan mudhayyiqin atau penyempitan makna fii sabilillah. Bagi ulama yang beraliran mudhayyiqin mereka tetap bersikeras untuk tidak memperluas maknanya, fii sabilillah harus diberikan tetap seperti yang dijalankan di masa Rasululloh SAW dan para sahabat, yaitu untuk para mujahidin yang perang secara fisik. Ada tidaknya fii sabilillah di era millennial tidaklah penting bagi mereka. Sedangkan bagi ulama yang beraliran muwassain mereka cenderung untuk memperluas maknanya, yaitu bagi perjuangan di jalan Alloh SWT, sehingga zakat bisa lebih bermanfaat dan boleh untuk biaya dakwah serta kepentingan umat Islam secara umum.

Menurut empat imam mazhab yaitu hanafimalikisyafi’i dan hanbali mereka termasuk yang cenderung kepada pendapat mudhayyiqin atau penyempitan makna, mereka mengatakan bahwa yang termasuk fii sabilillah adalah para mujahidin yang bertempuran fisik melawan musuh-musuh Alloh SWT dalam rangka menegakkan Agama Islam. Sedang menurut ulama kontemporer seperti Syeich Muhammad Rasyid Ridho, Syeich Prof. Dr. Yusuf al-Qaradawi dan para ulama yang lainnya, mereka cenderung untuk meluaskan makna fii sabilillah tidak hanya terbatas pada mujahidin yang bertempur fisik, tetapi juga untuk berbagai kepentingan dakwah yang lain. Dasar pendapat mereka ini merupakan ijtihad yang sifatnya lebih luas dalam konteks fiqh prioritas. Lahan-lahan jihad fii sabilillah secara fisik hampir tidak ada lagi, sementara tarbiyah dan pembinaan umat yang terbengkalai di plosok-plosok pedalaman dan negara-negara minoritas muslim perlu pasokan dana besar untuk menegakan Agama Islam di sana. 

Sementara menurut UU-RI Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat sama sekali tidak disebutkan siapa dan bagaimana kriteria dari masing-masing ashnaf yang berhak menerima zakat. Dalam pasal 25 hanya dikatakan bahwa zakat wajib didistribusikan kepada mustahiq sesuai syari’at Islam. Pasal 26 dikatakan penditribusian zakat sebagaimana dimaksud dalam pasal 25 dilakukan berdasarakan skala prioritas dengan memperhatikan prinsip pemerataan, keadilan dan kewilayahan. Siapa dan bagaimana kriteria fii sabilillah dan masih ada tidaknya fii sabilillah di Indonesia, semua itu tidak diterangkan lebih lanjut dalam regulasi yang ada. Hal inilah yang menjadikan semakin bias fii sabilillah dalam pandangan masyarakat kita, dikit-dikit dimasukan kriteria fii sabilillah

Bias fii sabilillah, anda pilih yang sempit apa yang luas?   Wallohu ‘Aklam

Berita Terpopuler

Galeri

Galeri

3 Videos
ℹ️
Edit Template

Website resmi Kementerian Agama Kabupaten Kebumen

Nilai Pelayanan Kami DIsini

© 2025 Kementerian Agama Kabupaten Kebumen