Dalam agama Buddha system kemasyarakatan dibagi menjadi dua yaitu perumah tangga (Garavasa) dan kehidupan meninggalkan rumah yang disebut dengan Pabbajita. Kehidupan Pabajjita fokus dalam pembinaan diri dan pembinaan umat serta penuh kesederhanaan. Sedangkan para perumah tangga sebagian besar hidupnya penuh keduniawian. sehingga umat perumah tangga perlu bimbingan dari Pabajjita yang dalam hal ini adalah Anggota Sangha.
Para umat yang memilih menjadi Gravasa membentuk keluarga kecil sebagai tempat bagi seseorang untuk belajar, berlatih, dan mengembangkan kebajikan. Hubungan keluarga bukan hanya ikatan darah, tetapi juga hasil dari hukum kamma (karma), di mana pertemuan dan kebersamaan anggota keluarga adalah buah dari perbuatan di masa lampau.
Orang tua, pasangan, maupun anak-anak saling menjadi sarana berlatih kesabaran, cinta kasih (mettā), dan kasih sayang (karuṇā). Dengan saling menghormati, melindungi, dan menolong, terciptalah keharmonisan keluarga sekaligus kesempatan menambah pahala kebajikan.
Orang tua digambarkan sebagai ‘Timur’ bagi anak-anaknya, yang berarti mereka adalah awal, sumber bimbingan dan perlindungan. Suami adalah ‘Barat’ bagi istrinya, yang berarti ia adalah penutup, pelindung dan penanggung jawab keluarga. Istri adalah ‘Timur’ bagi suaminya, memberikan dukungan, kasih sayang, dan kehangatan dalam rumah tangga. (Dīgha Nikāya 31 (Sigālovāda Sutta))
Dengan tercapainya hal-hal di atas maka keluarga bahagia dapat tercapai, bukan hanya sebagai impian belaka. ntuk menjaga keharmonisan dalam keluarga dapat dilakukan dengan beberapa hal, antara lain:
(1) Saling menghormati dan menghargai, (2) Menjalankan komunikasi dengan penuh cinta kasih (mettā-vācā). (3) Mengendalikan diri sesuai sila, sehingga tidak menyakiti satu sama lain. (4) Menumbuhkan kemurahan hati dan kebersamaan. (5) Berlatih kesabaran dan pengertian dalam menghadapi perbedaan.
Menjaga keharmonisan keluarga adalah bagian dari praktik Dhamma sehari-hari, yang membawa kedamaian di rumah tangga dan menjadi bekal menuju kebahagiaan sejati.
By. Teguh Prassetya,
Penyuluh Buddha Kab. Kebumen